Kita telah mengetahui, bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya, setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas pahala amal ibadah, sesuai dengan tingkatannya. Namun, kita perlu menyadari, bahwa amal ibadah kita, tidak semua akan diterima. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Jika amal
seseorang telah memenuhi persayaratan itu, berarti amalnya akan
diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jika kurang, maka akan ditolak.
***
Syarat Amal Diterima
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ
عِبَادِهِ لِحِفْظِ حُدُوْدِهِ ، وَأَعَانَهُمْ بِمَنِّهِ وَفَضْلِهِ عَلَى
اْلقِيَامِ بِحُقُوْقِهِ ، حَفِظُوْا حُدُوْدُ اللهِ فَحَفِظَهُمُ اللهُ ،
وَاتَّجَهُوْا بِقُلُوْبِهِمْ إِلَى اْلإِسْتِعَانَةِ بِرَبِّهِمْ
فَأَعَانَهُمُ اللهُ .عَلِمُوْا أَنَّ اْلأَمَّةَ لَوِاجْتَمَعُوْا عَلَى
أَنْ يَنْفَعُواا لْعَبْدَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْهُ إِلاَّ بِشَيْئٍ
قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَهُ، فَعَلَّقُوْا رَجَاءَهُمْ بِهِ، وَأَيْقَنُوْا
أَنَّ اْلأَمَّةَ لَوِاجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوااْلعَبْدَ بِشَيْئٍ
لَمْ يُضِرُّوْهُ إِلاَّ بِشَيْئٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْهِ ،
فَاعْتَمَدُوْا عَلَيْهِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ،
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَبِيَدِهِ
مَلَكُوْتُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ
قَدِيْرٌ ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ،
اْلبَشِيْرُ النَّذِيْرُ ، السِّرَاجُ الْمُنِيْرُ ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى أَلِهِ، وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَىْ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Kita telah mengetahui, bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya. Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan membalas pahala amal ibadah, sesuai dengan tingkatannya. Namun,
kita perlu menyadari, bahwa amal ibadah kita, tidak semua akan diterima.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Jika amal seseorang telah
memenuhi persayaratan itu, berarti amalnya akan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dan jika kurang, maka akan ditolak. Sebagai seorang muslim yang
menghendaki agar amal ibadahnya diterima dan mendapatkan ganjaran dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita harus berusaha semaksimal
mungkin untuk mengetahui dan selanjutnya memenuhi persyaratan itu.
Sebab, apalah artinya amal banyak, namun tidak mendatangkan keridhaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala?! Bahkan justru sebaliknya, menyebabkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sia-sialah kita dalam beramal, kalau pada akhirnya akan ditolak dan dikembalikan kepada kita.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Dalam Alquran Surat Al-Furqan, Allah telah berfirman,
وَقَدِمْنَآ إِلَى مَاعَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَآءً مَّنثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Ibnu Katsir menjelaskan, ini merupakan kejadian pada hari kiamat. Yaitu pada saat amal-amal dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melalui surat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala
memberitahukan, bahwasanya amalan-amalan orang kafir dan musyrik tidak
menghasilkan apa-apa, berapa pun banyaknya. Karena amalan-amalan mereka
itu tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Belum cukupkah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut mendorong kita untuk mempelajari syarat diterimanya amal?
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Amal ibadah akan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika memenuhi dua syarat. Pertama, Ikhlas. Artinya, beribadah hanya kepada-Nya saja dan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan, kecuali amalan yang diikhlaskan untuk-Nya dan untuk mencari wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
“Sesunguhnya amal itu tergantung niatnya.”
Dalam hadis lain,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)
Masalah keikhlasan ini berkaitan dengan hati. Dan masalah hati tidak
bisa dipisahkan dengan niat. Perkara ini terkadang banyak diremehkan
oleh manusia, sehingga merasa tidak perlu lagi mengoreksi hati. Tidakkah
kita mengetahui, bahwa masalah ini dianggap besar oleh para ulama
salaf? Tengoklah yang dikatakan oleh Sufyan Tsauri, “Tidaklah aku
mengobati sesuatu yang lebih berat daripada niatku. Karena dia
berbolak-balik.”
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Itulah pandangan ulama salaf dalam masalah hati. Masalah hati sangat
mereka perhatikan ketika beramal. Sehingga dalam sejarah perjalanan
hidup mereka, kita mendapati berbagai macam usaha yang mereka lakukan
untuk menjaganya, dan menutup pintu masuk setan yang hendak
membelokkannya. Ingatlah, setan merupakan musuh orang-orang beriman. Dia
tidak akan pernah tinggal diam. Dia akan selalu berusaha dengan segala
cara untuk menggoda manusia, sehingga rusaklah amal.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Syarat kedua agar diterimanya amal seseorang, ialah ittiba. Artinya, amal ibadah itu harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah utusan Allah yang diperintahkan untuk menyampaikan risalah-Nya. Sebagai utusan-Nya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling mengetahui tentang risalah-Nya. Dan semuanya sudah disampaikan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka sudah seharusnya kaum muslimin mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Demikian itulah dua syarat yang disimpulkan oleh para ulama dari banyak dalil, baik dari Alquran maupun sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua syarat inilah yang akan menentukan amal kita diterima ataukah
ditolak. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka tidak akan diterima.
Jika persyaratan yang tidak terpenuhi itu syarat yang pertama, maka si
pelaku bisa terjerembab ke dalam lembah kesyirikan, wal’iyadzubillah. Sedangkan jika yang tidak terpenuhi itu syarat yang kedua, maka si pelaku masuk ke dalam perbuatan bid’ah yang sesat.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Imam Ibnul Qayim mengatakan, “Seseorang tidak akan mungkin bisa merealisasikan iyyaka na’budu (maksudnya peribadatan kepada Allah), kecuali dengan dua dasar. Yaitu ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Fudhail Bin Iyadh, menjelaskan makna ayat,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)
Maksud kalimat ahsanu amalan ialah yang paling ikhlas dan
paling benar amalnya. Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Ali. Apa yang
dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling benar amalnya?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya amal itu, jika dikerjakan ikhlas karena Allah
akan tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak akan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian juga jika amal itu benar sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
akan tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima Allah sampai amal
tersebut memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan benar sesuai dengan yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Hujajul Qawiyyah, Hal. 12)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Amalan-amalan yang telah memenuhi kedua syarat tersebut, dinamakan dengan amal shalih. Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabb-nya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Juga dalam firman-Nya,
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنُ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ
“(Tidak demikian) dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Sebagai seorang muslim, kita harus berusaha untuk mewujudkan kedua
persyaratan tersebut ketika beramal. Rasanya sulit bagi kita untuk
mewujudkannya, kecuali dengan senantiasa belajar dan belajar lagi. Dan
alhamdulillah, pada saat ini kita tidak terlalu kesulitan mempelajari
agama kita. Berbagai media telah dimanfaatkan oleh para dai untuk
membantu kita dalam memahami ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian bagaimanakah kita sekarang. Maukah kita mempelajari agama ini
untuk memperbaiki amaliah kita ataukah tidak? Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kemudahan untuk mempelajari, memahami dan selanjutnya mengamalkan ilmu yang sudah kita terima.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ ,
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ , أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله َلِيْ وَلَكُمْ
وَلِكَافَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ , فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ
Dalam khutbah pertama, telah saya jelaskan tentang dua syarat diterimanya suatu amal. Maka dalam khutbah yang kedua ini ingin kami sampaikan pembagian manusia berdasarkan kedua syarat tersebut.
Salah seorang ulama besar Ibnul Qayyim Al Jauzi berkata, “Berdasarkan
kedua syarat yang agung ini, manusia terbagi menjadi empat golongan.
Ahlul ikhlas dan muttaba’ah (orang yang ikhlas dan mengikuti). Merekalah ahlu iyyaka na’budu
yang hakiki. Sehingga semua amal-amal mereka, pembicaraan, pemberian,
pelarangan, kecintaan serta kebencian mereka, semuanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Muamalah mereka lahir-batin ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata. Demikian juga amal-amal serta ibadah-ibadah mereka, sesuai
dengan perintah Allah, sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai-Nya.
Inilah amalan yang akan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan untuk tujuan ini jualah Allah menguji hambanya dengan kematian dan
kehidupan, Allah tidak akan menerima suatu amal, jika tidak dilandasi
keikhlasan karena Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Amal yang tidak sesuai dengan kedua syarat tersebut akan dikembalikan
kepada pelakunya bagaikan debu yang berhamburan. Semua amal yang tidak
mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak akan menghasilkan kebaikan apa-apa, bahkan akan menambah semakin jauh dari Allah.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Itulah golongan pertama yang disebutkan oleh Ibnul Qayim, sebuah
golongan yang benar dalam beramal dan akan mendapatkan balasan baik dari
Allah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan yang pertama ini.
Kemudian beliau menyebutkan tiga golongan lainnya yang menyimpang yaitu,
– Orang yang tidak ikhlas dan juga tidak mengikuti tuntunan.
Mereka ini seperti orang-orang yang mencari nama dengan melakukan
perbuatan-perbuatan yang disyariatkan. Mereka inilah sejelek-jelek
makhluk dan makhluk yang paling dimurkai.
– Orang yang beramal ikhlas karena Allah, tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seperti ahli ibadah yang tidak tahu apa-apa, atau siapa saja yang
beribadah kepada Allah dengan cara yang tidak pernah disyari’atkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
– Orang yang beramal sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi tidak ikhlas karena Allah. Misalnya seseorang beramal mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
agar mendapatkan pujian, berjihad agar disebut sebagai pemberani,
berhaji agar dipanggil haji, dll. Secara zhahir kelihatannya amal
shalih, padahal sesungguhnya bukan amal shlaih. (Hujajul Qawiyyah, Hal. 13)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Setelah mengetahui empat golongan manusia tadi, maka marilah kita
mawas diri, masuk ke dalam golongan manakah kita ini? Barangsiapa yang
memiliki ciri-ciri golongan pertama, yaitu ikhlas dalam beramal dan
mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas karunia-Nya tersebut, serta berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar senantiasa diberikan kekuatan untuk istiqomah. Dan agar
pendiriannya ditetapkan berada di atas agama yang benar ini. Sebaliknya
barangsiapa yang mendapati pada dirinya ciri-ciri golongan kedua dan
seterusnya, maka hendaklah segera bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat, sambil senantiasa berdoa agar mendapat taufik dan
hidayah-Nya.
Demikianlah khutbah yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi
kita. Yang benar semuanya dari Allah, dan yang salah semuanya dari sisi
saya dan setan.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُراْنِ الْعَظِيْمِ ,
وَنَفَعَنِيْ وَإِياَّكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلأَياَتِ
وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ , أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا واسْتَغْفِرُاللهَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَتْبٍ ,
فاَسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ, اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاَّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, وَأَقِمِ الصَّلاَةَ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ, اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاَّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, وَأَقِمِ الصَّلاَةَ
Post a Comment