CARA DUDUK TASYAHUD PADA SHALAT WAJIB ATAU SUNNAH
YANG DUA RAKA'AT
Pertanyaan Dari:
Achmad, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 15 Shaffar 1429 H / 22 Februari 2008 M)
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Pada
akhir-akhir ini sering ditemukan tata cara pelaksanaan shalat yang
bermacam-macam, di antaranya adalah cara duduk dalam shalat. Dengan ini
saya tanyakan: Bagaimana cara duduk tasyahud pada shalat wajib atau
sunnat yang jumlah rakaatnya 2 (dua), iftirasy atau tawarruk?
Jawaban:
Masalah
yang saudara tanyakan memang merupakan masalah yang sering ditanyakan
pada akhir-akhir ini. Hal ini karena sering dijumpainya pelaksanaan cara
duduk pada rakaat terakhir dalam shalat 2 (dua) rakaat, seperti shalat
shubuh dan shalat sunat yang berbeda dengan yang selama ini dilaksanakan
oleh mayoritas muslim pada umumnya. Untuk menjawab pertanyaan saudara,
apakah duduk pada shalat wajib atau sunnat yang jumlah rakaatnya 2 (dua) itu duduk iftirasy atau tawarruk,
perlu kami sampaikan bahwa Tim Fatwa Majelis Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah telah memberikan jawaban singkat tentang pertanyaan dalam
masalah ini dengan merujuk kepada hadits sebagai berikut;
عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ أَنَّهُ كَانَ جَالِسًا مَعَ نَفَرٍ
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْنَا
صَلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو
حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلَاةِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُهُ إِذَا كَبَّرَ
جَعَلَ يَدَيْهِ حِذَاءَ مَنْكِبَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ
مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى
حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ
غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلَا قَابِضِهِمَا وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ
رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى
رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. [أخرجه البخارى: الصلاة: سنة الجلوس فى التشهد]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha', bahwa ketika ia duduk bersama
beberapa orang shahabat Nabi saw, ia menceritakan cara shalat Nabi saw,
kemudian berkatalah Abu Humaid as-Saa‘idiy: Saya adalah orang yang
paling hafal shalat Rasulullah saw. Saya melihat beliau ketika bertakbir
menjadikan (mengangkat) kedua tangannya setentang dengan bahunya, dan
apabila ruku‘ beliau meletakkan kedua tangannya dengan kuat pada
lututnya serta membungkukkan punggungnya, apabila mengangkat kepala
beliau meluruskan (badannya) sehingga semua tulang-tulang kembali pada
tempatnya. Kemudian apabila bersujud beliau meletakkan kedua tangannya
dengan tidak membentangkannya dan tidak pula menyempitkan keduanya serta
menghadapkan semua ujung jari-jari kedua kakinya ke arah qiblat.
Kemudian apabila duduk pada rakaat kedua beliau duduk di atas kaki
kirinya dan mendirikan tapak kaki kanannya, dan apabila duduk pada
rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya ke depan dan mendirikan
tapak kaki yang lain (kanan) dan duduk di tempat duduknya.” [Ditakhrijkan oleh al-Bukhariy: ash-Shalah: Sunah al-Julus fi at-Tasyahhud)
Perlu
diketahui, apabila memperhatikan hadits-hadits tentang tata cara
shalat, maka dapat disimpulkan bahwa duduk dalam pelaksanaan shalat ada
dua macam, yaitu; Pertama, duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dalam shalat dengan cara duduk di atas telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan. Duduk iftirasy
ini dilakukan pada waktu duduk di antara dua sujud, ketika duduk
setelah bangkit dari sujud kedua pada rakaat pertama dan ketiga, dan
ketika duduk tasyahhud awal. Kedua, duduk tawarruk,
yaitu duduk dengan cara memajukan kaki kiri di bawah kaki kanan dan
menegakkan telapak kaki kanan. Duduk semacam ini dilakukan pada waktu tasyahhud akhir.
Dalam masalah duduk iftirasy dan duduk tawarruk
ini ada perbedaan pendapat di kalangan imam madzhab. Menurut madzhab
asy-Syafi'i, duduk macam apapun yang dilakukan oleh seseorang dalam
shalat, maka shalatnya sah dan disunahkan duduk iftirasy, sedang pada tasyahhud kedua disunahkan duduk tawarruk. Madzhab Maliki berpendapat bahwa dalam shalat disunahkan duduk tawarruk,
yaitu dengan cara meletakkan pinggul sebelah kiri, dan memasukkan kaki
kiri di bawah kaki kanan serta menegakkan telapak kaki kanan. Sedang
madzhab Hambali berpendapat bahwa disyariatkan duduk iftirasy pada duduk tasyahhud pertama dalam shalat yang memiliki dua tasyahhud, dan pada duduk tasyahhud kedua disyariatkan duduk tawarruk.
Kembali kepada pertanyaan saudara, apakah pada rakaat terakhir dalam shalat 2 (dua) rakaat itu duduk iftirasy atau tawarruk?
Kita perhatikan kembali hadits riwayat Abu Humaid As-Saa'idi yang
menceritakan bahwa dirinya benar-benar mencermati shalat Rasulullah saw.
Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Rasulullah saw bertakbir dengan
mengangkat kedua tanganya sejajar dengan bahunya, beliau ruku dengan
menggenggam lutut dengan kedua tangannya, kemudian melakukan i'tidal
dengan berdiri tegak, lalu sujud dengan meletakkan kedua tangannya
dengan tidak membentangkan dan menyempitkannya, apabila beliau duduk
pada rakaat kedua beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya dan apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukkan kaki
kiri (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki kanannya.
Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bariy Syarh Kitab al-Bukhariy
menjelaskan bahwa hadits ini (riwayat Abu Hamid as-Saa'idy) dijadikan
sebagai dalil yang kuat oleh imam asy-Syafi'i. Hadits tersebut
menjelaskan bahwa cara duduk pada tasyahhud awal berbeda dengan cara duduk pada tasyahhud akhir. Hal ini berbeda dengan pendapat Malikiyah dan Hanafiyah yang berpendapat bahwa cara duduk pada tasyahhud awal maupun tasyahhud akhir adalah sama. Madzhab Malikiyyah menyamakan cara duduk pada kedua tasyahhud dalam shalat dengan duduk tawarruk, sedang Hanafiyyah sebaliknya yaitu dengan cara duduk iftirasy.
Imam asy-Syafi'i berpendapat bahwa kalimat " وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ " (apabila duduk pada rakaat yang terakhir) menjadi dalil bahwa duduk tasyahhud pada shalat shubuh seperti duduk tasyahhud akhir pada shalat lainnya, karena kalimat فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ sifatnya umum, yaitu raka'at terakhir pada shalat yang jumlah rakaatnya 2 (dua), 3 (tiga) atau 4 (empat).
Tim Fatwa sependapat dengan pendapat imam asy-Syafi'i dalam memahami kalimat "raka'at terakhir" (وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَة)
yang terdapat dalam hadits al-Bukhari, karena alasan tersebut sangat
kuat dan dikuatkan dengan riwayat Abu Humaid as-Saa'idy yang terdapat
dalam kitab Musnad Imam Ahmad berikut:
عَنْ
أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ سَمِعْتُهُ وَهُوَ فِي عَشَرَةٍ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمْ أَبُو
قَتَادَةَ بْنُ رِبْعِيٍّ يَقُولُ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلاَةِ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ............... ثُمَّ صَنَعَ
كَذَلِكَ حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا
الصَّلاَةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ
مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ. [رواه أحمد: باقى مسند الأنصارى]
Artinya:
"Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Saa'idy ia berkata, saya telah
mendengarnya (Muhammad bin Atha') dan berada di tengah-tengah sepuluh
shahabat Nabi saw.- di antaranya adalah Abu Qatadah- , ia (Abu Humaid
as-Saa'idy) berkata; Saya adalah orang yang paling hafal shalat
Rasulullah saw ........................... kemudian beliau melaksanakan
seperti itu sehingga apabila beliau berada pada rakaat yang terakhir,
beliau mengeluarkan (telapak) kaki kirinya dan duduk pada bagian kirinya
dengan cara duduk tawarruk, kemudian beliau (mengucapkan) salam." [HR. Ahmad: Baqi Musnad al-Anshary]
Dengan demikian maksud kalimat وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ (dan
apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya ke
depan dan mendirikan tapak kaki yang lain (kanan) dan duduk di tempat
duduknya) adalah apabila beliau duduk pada raka'at terakhir
baik shalat yang terdiri dari 2 (dua) rakaat, 3 (tiga) rakaat atau 4
(empat) rakaat, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunnat yang
setelah selesai berdo'a lalu ditutup dengan salam; beliau duduk dengan
memajukan (telapak) kaki kirinya (di bawah kaki kanan) dan duduk di
tempat duduknya.
Dengan
memperhatikan hadits-hadits di atas berikut syarahnya, dapat
disimpulkan bahwa duduk pada rakaat terakhir (duduk tasyahud) baik
shalat itu 2 (dua) rakaat, 3 (tiga) rakaat atau 4 (empat) rakaat adalah
dengan cara duduk tawarruk.
Wallahu a'lam bishshawab. *A.56h)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Post a Comment