Hidup Dengan Tetangga Yang Baik Maupun Yang Jahat
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه،ُ ((يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ))، ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيباً))، ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً*يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً
عَظِيماً)). أما بعد :
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثاَتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Ibadallah,
Tak dipungkiri, manusia tidak bisa terlepas dari manusia yang lain.
Artinya ia mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah,
manusia tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bertetangga. Islam pun
telah menggariskan etika sosial untuk menciptakan jalinan yang harmonis
antar keluarga. Sehingga kehidupan manusia terpenuhi atmosfer yang penuh
dengan spirit tasaamuh (toleransi), ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan taqwa. Penyakit ananiyah (egoisme), su’uzhan (buruk sangka), tajassus
(sikap memata-matai), menggunjing aib orang lain, dan sederet akhlak
tercela lainnya tidak endapatkan tempat. Keamanan, ketentraman dan roda
kehidupan yang didasari saling tepa selira dan menghormati dapat semakin
kokoh.
Ibadallah,
Tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tak jarang, tetangga kita lebih tahu keadaan kita ketimbang kerabat kita
yang tinggal berjauhan. Saat kita sakit dan ditimpa musibah,
tetanggalah yang pertama membantu kita. Tak heran, jika Islam begitu
menekankan kepada kita untuk berbuat baik kepada terangga, karena dampak
hubungan yang harmonis antar tetangga mendatangkankan maslahat yang
begitu besar. Rasulullah ﷺ bersabda.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَ اليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إلى جَارِهِ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik kepada terangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
وَأحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا
“Dan berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Dua hadits di atas mengindikasikan bahwa berbuat ihsan (baik) kepada
tetangga merupakan salah satu simbol kesempurnaan iman seseorang. Sebab
antara iman dan ketinggian akhlak seorang muslim berbanding lurus.
Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin mulia pula akhlaknya
kepada siapapun, termasuk kepada para tetangganya. Keluhuran akhlak
seseorang bukti kesempurnaan imannya.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menggambarkan arti pentingnya kedudukan tetangga dengan mengatakan.
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik)
terhadap tentangga, hingga aku yakin ia (seorang tetangga) akan
mewariskan harta kepadanya (tetangganya).” (Muttafaqun ‘alaihi).
Berkaitanmakna berbuat ihsan (baik) kepada tetangga, Syaikh Nazhim
Sulthan menerangkan: “(Yaitu) dengan melakukan beragam perbuatan baik
kepada tetangga, sesuai dengan kadar kemampuan. Misalnya berupa
pemberian hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika bertemu dengannya,
mengamati keadaannya, membantunya dalam perkara yang ia butuhkan, serta
menjauhi segala perkara yang menyebabkan ia merasa tersakiti, baik
secara fisik atau moril. Tetangga yang paling berhak mendapatkankan
perlakuan baik dari kita adalah tetangga yang paling dekat rumahnya
dengan kita, disusul tetangga selanjutnya yang lebih dekat. Aisyah
pernah bertanya,”Wahai Rasulullah, aku memiliki dua orang tetangga. Maka
kepada siapakah aku memberikan hadiah diantara mereka berdua?”. Beliau
menjawab.
إلى أقْرَبَهُمَا مِنْكِ بَابًا
“Kepada tetangga yang lebih dekat pintu rumahnya denganmu.” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, Imam Bukhari menulis judul bab khusus dalam
Shahihnya Bab Haqqul Jiwar Fii Qurbil Abwab (Bab Hak Tetangga Yang
Terdekat Pintunya). Ini merupakan indikator kedalaman pemahaman beliau
terhadap nash-nash tentang hal ini.
Lebih lanjut, Syaikh Nazhim memaparkan tentang kriteria tentang
tetangga. Yang Pertama : Tetangga muslim yang memiliki hubungan
kekerabatan. Dia memiliki tiga hak sekaligus. Yaitu ; hak bertetangga,
hak Islam, dan hak kekerabatan. Yang Kedua : Tetangga muslim (yang tidak
memiliki hubungan kekerabatan), maka ia memiliki dua hak. Yaitu ; hak
bertetangga dan hak Islam.
Yang Ketiga : Tetangga yang hanya memiliki satu hak. Yaitu tetangga
yang kafir. Dia hanya memiliki hak sebagai tetangga, dengan dasar
keumuman nash-nash yang memerintahkan berbuat ihsan kepada tetangga,
yang mencakup tetangga muslim dan non-muslim. Seperti yang telah
dicontohkan Rasulullah ﷺ terhadap tetangga Beliau yang beragama Yahudi.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash bahwa ia menyembelih seekor kambing
kemudian bertanya (kepada keluarganya). “Sudahkah kalian berikan
sebagian kambing tersebut kepada tetangga kita yang Yahudi?. Beliau
bertanya sampai tiga kali., kemudian berkata,”Aku telah mendengar Nabi
bersabda.
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أنَّهُ سَيُوَرِّثُه
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap
tetangga, hingga aku yakin ia akan memberikan harta warisan kepadanya.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani menyatakan. “Penyebutan (istilah)
tetangga mencakup (tetangga) yang muslim maupun yang kafir, yang ahli
ibadah ataupun yang fasik, teman ataupun musuh, yang senegara ataupun
dari negeri lain, yang bisa memberikan manfaat ataupun yang akan
membahayakan, yang masih kerabat ataupun bukan saudara, yang dekat
rumahnya ataupun yang jauh. Tetangga memiliki (perbedaan derajat)
tingkatan antara satu dengan lainnya. Tetangga yang memiliki derajat
tertinggi adalah yang terhimpun padanya seluruh sifat-sifat istimewa,
kemudian (tingkatan selanjutnya adalah) yang banyak memiliki sifat-sifat
luhur, dan (tingkatan yang terakhir) adalah yang paling sedikit
sifat-sifat baiknya.
Ibadallah,
Berikutini beberapa etika pergaulan dengan tetangga yang selayaknya kita perhatikan:
Pertama: Hendaknya kita mencintai kebaikan untuk
tetangga kita sebagaimana kita menyukai kebaikan itu untuk diri kita.
Bergembira jika tetangga kita mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta
jauhi sikap dengki ketika itu. Hal ini mencakup pula keharusan untuk
menasehatinya ketika kita melihat tetangga kita melalaikan sebagian
perintah Allah, serta mengajarinya perkara-perkara penting dalam agama
yang belum ia ketahui dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Nabi ﷺ
bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ أَوْ قَالَ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah
seseorang beriman hingga ia mencintai untuk tetangganya, atau beliau
berkata, untuk sudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR.
Muslim).
Kondisi tetangga berbeda-beda, ditinjau dari tingkat keshalehan
mereka. (Prinsip) yang mencakup seluruhnya adalah keinginan kebaikan
untuk tetangga tersebut, dan nasehat kepadanya dengan cara yang baik,
mendoakannya agar mendapatkan petunjuk, menjauhi sikap yang
menyakitinya, dan mencegah tetangga yang tidak shalih dari perbuatan
yang menganggu atau dari kefasikan dengan cara yang bijak, sesuai dengan
tahapan beramar ma’ruf nahi mungkar. Serta mengenalkan kepada tetangga
yang kafir tentang Islam dan menjelaskan kepadanya kebaikan-kebaikan
agama Islam dan memotivasinya untuk masuk Islam dengan cara yang baik
pula.
Kedua: Saat musibah melanda tetangga kita dan dia
dirundung kesedihan dan terbelit kesulitan, sebisa mungkin kita
membantunya, baik bantuan materi ataupun dukungan moril. Menghibur dan
meringankan beban penderitaannya dengan nasehat, tidak menampakan wajah
gembira tatkala dia dirundung duka. Menjenguknya ketika sakit dan
mendoakan kesembuhan untuknya serta membantu pengobatannya bila memang
dia membutuhkannya. Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيْسَ المُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إلى جَنْبِهِ
“Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya.” (HR. Bukhari).
Ketiga: Hindari sejauh mungkin sikap yang dapat
menyebabkan tetangga kita merasa tersakiti, baik berupa perbuatan
ataupun perkataan. Contohnya, mencela, membeberkan aibnya di muka umum,
memusuhinya, atau melemparkan sampah di muka rumahnya sehingga
menyebabkan ia terpeleset ketika melewatinya, dan jenis gangguan
lainnya. Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَ اليَوْمِ الآخِر فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهٌ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari).
Keempat: Kunjungilah tetangga pada hari raya dan sambutlah undangannya jika dia mengundang kita. Rasulullah ﷺ bersabda,
حَقُّ المُسْلِمِ على المُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلاَمِ وَ عِيَادَةُ
المَرِيْضِ وَ اتِّبَاعُ الجَنَائِزِ وَ إجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَ
تَشْمِيْتُ العَاطِسِ
“Hak muslim atas muslim yang lain ada lima: menjawab ucapan salam,
menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan dan
mendoakan orang yang bersin.” (HR. Bukhari).
Kelima: Berikanlah toleransi kepada tetangga kita
selama bukan dalam perkara maksiat. Didiklah keluarga kita untuk tidak
berkata-kata keras atau berteriak-teriak sehingga mengganggu tetangga.
Janganlah kita mengeraskan suara radio kita hingga mengusik ketentraman
tetangga, terutama pada malam hari. Sebab, mungkin diantara mereka ada
yang sedang sakit, atau lelah, atau tidur atau mungkin ada anak sekolah
yang sedang belajar. Dan ketahuilah, mendengarkan musik adalah perkara
haram, apalagi jika sampai mengganggu tetangga, maka dosanya menjadi
berlipat ganda. Rasulullah bersabda,
خَيْرُ الأصْحَابِ عِنْدَ الله خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَ خَيْرُ الجِيْرَانِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
“Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik terhadap sahabatnya, dan
sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik terhadap tetangganya.”
(HR. Tirmidzi).
Dan hendaklah kita tidak bersikap kikir terhadap tetangga yang
membutuhkan bentuan kita, selama kita bisa membantunya. Rasulullah ﷺ
bersabda,
لَا يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِي جِدَارِهِ
Janganlah seorang diantara kalian melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di tembok rumahnya.(HR. Bukhari dan Muslim).
Berkenaan dengan hadits di atas ada beberapa pelajaran yang berkaitan
dengan hak tetangga yaitu: Yang pertama : Saling membantu dan bersikap
toleran sesama tetangga merupakan hak-hak tetangga (yang wajib dipenuhi)
sekaligus merupakan wujud kekokohan bangunan masyarakat Islam. Yang
kedua : Jika seseorang memiliki rumah, kemudian ia memiliki tetangga dan
tetangganya itu ingin menyandarkan sebatang kayu di temboknya tersebut,
maka boleh hukumnya bagi si tetangga untuk meletakkannya dengan izin
atau tanpa izin pemilik rumah, dengan syarat hal tersebut tidak
menimbulkan mudharat bagi si empunya rumah.
Keenam: Berikanlah hadiah kepada tetangga, walau
dengan sesuatu yang mungkin kita anggap sepele. Karena saling memberi
hadiah akan menumbuhkan rasa cinta dan ukhuwah yang lebih dalam.
Rasulullah ﷺ pernah menasehati Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu:
إذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فأكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ ، فأصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
“Jika suatu kali engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya,
kemudian perhatikanlah tetanggamu, dan berikanlah mereka sebagiannya
dengan cara yang pantas.” (HR. Muslim).
Ketujuh: Tundukkanlah pandangan kita terhadap aurat
tetangga, jangan pula menguping pembicaraan mereka. Apalagi sampai
mengintip ke dalam rumahnya tanpa seizinnya untuk mengetahui aib mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
“Dan katakanlah kepada laki-laki beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka”.” (QS. An Nur: 30).
Ibadallah,
Ketahuilah wahai akhi muslim … Islam mengajarkan kita untuk menjadi
seorang bisa bermanfaat bagi orang yang lain, atau bila kita tidak bisa
memberi manfaat kepada orang lain, paling tidak kita menahan diri jangan
sampai menyakitinya. Apalagi terhadap tetangga, mereka memiliki hak
sangat besar yang wajib kita tunaikan. Bukankah Rasulullah ﷺ diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia?. Maka berbuat baik kepada tetangga
merupakan cerminan baiknya keimanan seseorang. Dan sebaliknya, menyakiti
tetangga merupakan simbol ahlul jahl (orang yang tidak mengerti ilmu).
Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh seorang sahabat,”Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Fulanah rajin shalat malam, rajin pula shaum pada siang
hari dan gemar bersedekah, tapi dia menyakiti tetangganya dengan
lisannya! Maka Beliau ﷺ menjawab:
لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ مِنْ أهْلِ النَّارِ. قَالَ : وَ فُلاَنَة
تُصَلِّيْ المَكْتُوْبَةَ وَ تَصَدَّقُ بِأثْوَارِ مِنَ الأقِطِ وَ لاَ
يُؤْذِيْ أحَدًا ؟ فَقَالَ: هِيَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ
“Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka”. Lalu
sahabat itu bertanya lagi,”Fulanah (wanita) yang lain rajin shalat lima
waktu, gemar bersedekah dengan sepotong keju dan tidak pernah menyakiti
seorang pun?” Maka Beliau menjawab,”Dia termasuk penduduk surge”. (HR.
Bukhari).
Ibadallah,
Menyakiti seorang muslim tanpa alasan yang benar adalah perkara yang
haram. Akan tetapi menyakiti tetangga lebih keras lagi keharamannya.
Dari Miqdad bin Al Aswad ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
لأنْ يَزْنَيَ الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنِ يَزْنِيَ
بامْرَأةِ جَارِهِ وَ لأنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرةِ أبْيَاتٍ
أيْسَرُ لَهُ مِنْ أنْ يَسْرِقَ مِنْ بَيْتِ جَارِهِ
“Sungguh, jika seorang laki-laki berzina dengan sepuluh wanita itu
masih lebih baik baginya daripada ia berzina dengan istri tetangganya,
dan sungguh jika seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu lebih
ringan (dosanya) daripada ia mencuri dari rumah salah seorang
tetangganya.” (HR. Ahmad).
Zina merupakan dosa besar yang diharamkan Allah Tabaaraka wa Ta’ala,
dan Allah telah menetapkan hukum-hukum yang bersifat preventif bagi para
pelakunya. Akan tetapi melakukan perbuatan zina dengan istri tetangga
tingkat keharaman, kekejian dan kejahatannya lebih berat lagi. Demikian
pula halnya dengan mencuri (di rumah tetangga).
Dari Syuraih bahwa Nabi ﷺ bersabda,
وَ الله لاَ يُؤْمِنُ وَ الله لاَ يُؤْمِنُ وَ الله لاَ يُؤْمِنُ قِيْلَ
مَنْ يَا رَسُوْلَ الله؟ قَالَ: الَّذِيْ لاَ يَأمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَه
“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman”. Beliau ditanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.” (HR.
Bukhari).
Dalam hadits ini terdapat penekanan besarnya hak tetangga, karena
beliau ﷺ sampai bersumpah tentang hal itu. Bahkan beliau mengulangi
sumpahnya sampai tiga kali. Dalam hadits tersebut juga terdapat isyarat
penafian iman dari seseorang yang menyakiti tetangganya, baik dengan
ucapan ataupun dengan perbuatan. Maksud (penafian disini) adalah
(penafian) iman yang sempurna, dan tidak diragukan lagi bahwa seorang
yang bermaksiat keimanannya tidak sempurna.
Juga hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ.
يَا رَسُوْلَ الله ُأيُّ ذَنْبٍ أعْظُمُ؟ قَالَ: أنْ تَجْعَلَ لله نِدًّا
وَ هُوَ خَلَقَكَ . قُلْتُ : ثُمَّ أي؟ قَالَ : أنْ تَقْتُلَ وَلَدَ
كَخَشْيَةَ أنْ يُطْعَمَ مَعَكَ. قُلْتُ : ثُمَّ أي؟ قَالَ : أن تُزَانِيَ
حَلِيْلَةَ جَارَكَ
Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?. Beliau
menjawab,”Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Ia yang
menciptakanmu”. Aku bertanya lagi,”Kemudian dosa apa?. Beliau
menjawab,”Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia akan mengambil jatah
makananmu”. Aku bertanya lagi,”Lalu dosa apai?. Beliau menjawab,”Engkau
menzinahi istri tetanggamu”.(HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah di antara hak-hak tetangga yang harus kita jaga. Apabila
masing-masing orang menjaga hak-hak ini, tentu akan tercipta kehidupan
yang sangat nyaman dan aman. Satu orang memiliki sifat ini terhadap
tetangganya. Kemudian tetangganya berlaku demikian juga kepada
tetangganya. Dan seterusnya.. Maka kita akan benar-benar merasakan
betapa indahnya agama kita. Agama Islam yang mulia.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى هُدَاكَ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ،
وَوَفِّقْنَا لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ.
Ibadallah,
Memiliki tetangga yang baik dan mau hidup rukun dengan kita merupakan
satu kenikmatan hidup. Namun terkadang, kita diuji Allah dengan
memiliki tetangga yang tidak baik akhlaknya dan gemar mengganggu kita.
Untuk menghadapi tetangga semacam itu ada beberapa tips dan nasehat yang
perlu dilakukan:
Pertama: Bersabarlah anda dalam menghadapi gangguan
tetangga. Atau memilih pindah rumah jika memang hal itu memungkinkan.
Allah berfirman,
وَلاَتَسْتَوِي الْحَسَنَةُ و َلا َالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ
حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu
dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia.” (QS. Fushilat: 34).
Membalas kejahatan tetangga dengan perbuatan baik merupakan salah
satu etika bertetangga yang diajarkan Islam. Yaitu agar kita tidak
membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, al-Hasan al-Bashri
berkata, “Tidaklah berbuat ihsan kepada tetangga (hanya dengan) menahan
diri tidak menyakiti tetangga, akan tetapi berbuat ihsan kepada tetangga
(juga) dengan bersabar dan tabah menghadapi gangguannya”.
Nabi ﷺ bersabda,
ثَلاَثَةٌ يَحِبُهُمُ الله، …….وَ الرَّجُلُ يَكُوْنَ لَهُ جَارٌ
يُؤْذِيْهِ جَارُهُ فَيَصْبِرُ عَلَى اذَاهُ حَتَّى يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا
مَوْتٌ أوْ ظُعُنٌ
“Tiga golongan yang dicintai Allah,……..dan laki-laki yang memiliki
tetangga yang menyakitinya, kemudian ia bersabar menghadapi gangguannya
hingga ajal memisahkan mereka.” (HR. Ahmad).
Kedua: Jika Anda tidak mampu bersabar menghadapi
gangguan tetangga, sementara tidak mungkin bagi Anda untuk pindah rumah,
maka terapkan nasehat Rasulullah ﷺ yang dikisahkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi mengeluhkan tetangganya.
Maka Rasulullah menasehatinya, “Pulanglah dan bersabarlah”. Lelaki itu
kemudian mendatangi Nabi lagi sampai dua atau tiga kali, maka Beliau
bersabda padanya, “Pulanglah dan lemparkanlah barang-barangmu ke jalan”.
Maka lelaki itu pun melemparkan barang-barangnya ke jalan, sehingga
orang-orang bertanya kepadanya, ia pun menceritakan keadaannya kepada
mereka. Maka orang-orang pun melaknat tetangganya itu. Hingga
tetangganya itu mendatanginya dan berkata,”Kembalikanlah
barang-barangmu, engkau tidak akan melihat lagi sesuatu yang tidak
engkau sukai dariku.” (HR. Abu Dawud).
Ibadallah, jamaah Jumat yang semoga diridhai Allah,
Tiada gading yang tak retak.Tidak ada manusia yang sempurna. Ada saja
kekurangan yang melekat pada setiap diri kita. Latar belakang yang
berbeda menciptakan pribadi yang berbeda. Wacana yang perlu kita
kembangkan, bagaimana kita dapat meredam perbedaan yang ada, selama
tidak melanggar rambu syariat. Menjalin komunikasi positif dengan
menjungjung tinggi akhlak pergaulan. Selamat menuai pahala dari tetangga
Anda.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال
صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ
بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
(Diadaptasi dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005M).
Post a Comment